BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Selain itu bakteri yang hidup akan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Sedangkan, untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa. Teknik pewarnaan gram tersebut dapat menghasilkan warna merah dan ungu, bakteri gram negatif ditandai dengan pewarnaan merah sedangkan yang positif berwarna ungu (Levine, 2000).
Praktikum persiapan pembuatan apusan dan teknik pewarnaan gram sangat penting dilakukan karena untuk pengamatan biakan dari koloni mikroba dan biakan jamur dapat dilakukan dengan mudah dan baik. Pewarnaan ini bertujuan untuk memberikan warna pada bakteri pada akhirnya dapat diidentifikasi dengan mudah. Selain itu, ada endospora yang bisa diwarnai. Endospora adalah organisme yang dibentuk dalam kondisi yang stres karena kurang nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut di lingkungan sampai kondisi menjadi baik (Pelczar dan Chan, 2007).
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum mengenai pewarnaan sel (bakteri dan jamur) dan pewarnaan endospora ini antara lain :
1) Mempelajari teknik pembuatan sediaan apusan (preparat)
2) Mempelajari proses pewarnaan struktur sel bakteri
3) Mempelajari bentuk-bentuk dan struktur sel bakteri
4) Memahami pentingnya setiap langkah dalam prosedur pewarnaan dan memahami reaksi kimiawi di dalam prosedur tersebut
5) Mempelajari proses pewarnaan struktur sel jamur (kapang)
6) Mempelajari bentuk-bentuk dan struktur sel jamur (kapang)
7) Memahami pentingnya setiap langkah dalam prosedur pewarnaan dan memahami reaksi kimiawi di dalam prosedur tersebut
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh setelah mengikuti praktikum mengenai pewarnaan sel bakteri dan pewarnaan endospora ini adalah praktikan akan mempunyai keterampilan dan keahlian dalam hal pewarnaan sel bakteri dan pewarnaan endospora yang banyak dilakukan dalam laboratorium-laboratorium mikrobiologi dengan metode yang disesuaikan dengan alat dan biaya yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat kecil, bentuk tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1.000 X atau lebih (Waluyo, 2004). Sel bakteri memiliki panjang yang beragam, sel beberapa spesies dapat berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel spesies yang lain. Bakteri merupakan makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk bakteri bermacam – macam yaitu elips, bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat pewarna kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk, susunan dan keadaan struktur internal dan butiran. Sel sel individu bakteri dapat berbentuk seperti bola/elips, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelczar & Chan, 2007).
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya. Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007).
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4-, CH3COO-, COOHCOO?. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Ikatan ion dapat terjadi karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Terdapat tiga mcam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial dan pewarnaan gram. Pewarnaan sederhana menggunakan pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai serangkaian larutan pewarna atau reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan yang paling umum digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Umsl, 2008).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah satu di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada ion positif (zat pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion negatif (zat pewarna- Na+). Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa, Kristal violet, safranin dan metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan. Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi, mewarnai bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah latar belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang berwarna (Volk & Wheeler, 1993).
Pewarnaan gram ditemukan pada tahun 1884 oleh seorang dokter kebangsaan Denmark Christian Gram (membuat zat pewarna khusus) pewarna tersebut merupakan pewarna differensial karena dapat membagi bakteri menjadi dua kelompok fisiologi, yang akan memudahkan untuk identifikasi. Prosedur pertama dari pewarnaan gram ini adalah memberi pewarna kristal violet, setelah 1 menit dibilas dan kemudian akan diberikan pewarna yodium, setelah satu menit dibilas dan kemudian akan diberi laputan alkohol 95% selama 30 detik, kemudian dibilas dan diberi pewarna safranin atau bismarck (untuk buta warna merah) selama 1 menit. Zat pewarna kristal violet dan yodium akan membentuk senyawa yang kompleks. Beberapa bakteri akan melepaskan zat pewarna dengan mudah apabila dicuci dan beberapa bakteri yang lain zat pewarna akan bertahan walaupun dicuci dengan alkohol 95%. Bakteri gram positif akan terwarna ungu (kristal violet) dan bakteri gram negatif akan terwarna merah (safranin) (Umsl, 2008).
Pewarnaan terhadap bakteri yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan Gram dan Ziehl‐Nelsen. Pewarnaan tersebut untuk mengetahui morfologi, struktur, dan karakteristik bakteri. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi penyakit infeksi. Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan pemberian kristal violet, setelah itu ditambahkan larutan iodium maka semua bakteri akan berwarna biru. Setelah itu ditambah alkohol. Bakteri Gram positif membentuk kompleks Kristal iodine yang berwarna biru. Setelah di tambahkan safranin, bakteri Gram positif akan berwarna ungu. Contoh bakteri Gram positif adalah Streptococcus, Bacillus, Stapilococcus, Clostridia, Corynebacterium dhypteriae, Peptococcus, Peptostreptococcus, dll. Sedangkan bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi oleh alcohol dan pemberian safranin akan memberikan warna merah pada bakteri Gram negatif. Contoh bakteri Gram negative adalah Neisseria, Klebesiella, Vellonella, Shigella, Salmonella, Hemophillus, dll (Cappuccino & Sherman, 1983).
Proses pewarnaan gram ini memerlukan 4 jenis reagen. Bakteri terbagi atas dua kelompok berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan ini berdasarkan warna yang dapat dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar, berupa pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen kedua disebut bahan pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bila komponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat mengikat warna dasar, maka warna akan tercuci. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna pembanding akan terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar. Larutan yang biasa dipakai adalah ungu kristal, lartan iodium, alkohol dan safranin (Tracy, 2005).
Teori Salton menjelaskan bahwa ada konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel bakteri Gram negatif. Sehingga jika lipid dilarutkan dalam pemberian alcohol, maka pori‐pori akan membesar dan tidak mengikat pewarna. Hal ini menyebabkan bakteri menjadi tidak berwarna. Sedangkan bakteri Gram positif akan mengalami denaturasi selama pemberian alcohol. Hal ini akan mengecilkan pori‐pori sehingga menghasilkan kompleks kristal iodium. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang kuat dan lapisan peptidoglikan sebanyak 30 lapisan sehingga permeabilitas dinding selnya menjadi berkurang. Sedangkan bakteri Gram negatif hanya memiliki 1‐2 lapisan peptidoglikan sehingga memiliki permeabilitas dinding sel yang lebih besar. Pewarnaan Gram terdiri atas Gram A (violet) (Kristal violet, Aalkohol, Ammonium oksalat, Aquades), Gram B (cokelat) (Iodium, Kalium iodide, Aquades), Gram C
(Aseton, Alcohol), Gram D (merah) (Safranin, Alcohol, Aquades). Pewarnaan ZN digunakan untuk mengidentifikasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri tahan asam, conttohnya adalah Micobacteriom tuberculosis, Micobacterium leprae, Mycobacterium atypical seperti Mycobacterium avium intraseluler / Mycobacterium avium complex yang tumbuh pada 41C yang menyerang sistem imun, Mycobacterium marinum dan Mycobacterium ulcerans yang tumbuh pada 31C dan menginfeksi kulit, Nocardia, Legionella mycdatci, Rhodococcus, Tsukamurella, Gordonia / Gordona, Cryptosporidium, Isospora, Cyclospora, Sarcocytis, dll. Contoh bakteri than asam yang tidak cocok pada pewarnaan ZN tetapi cocok pada Kinyoun adalah Nycordia, Rhodococcus, Tsukamurella, dan Gordonia. Hasil pewarnaan ZN akan mengidentifikasikan : 1. Bakteri tahan asam Bakteri tahan asam baru akan terkarakterisasi setelah pewarnaan setelah pemberian asam‐ alkohol. Hasilnya berwarna merah. 2. Bakteri tidak tahan asam Hasilnya adalah berwarna biru karena dekolorisasi pada pewarnaan pertama oleh asam‐alkohol, jadi perlu diberi pewarnaan kedua berupa counter stain. Sifat tahan asam pada bakteri tahan asam disebabkan karena dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, arabinogalaktan, dan lipid (50%‐nya tersusun atas asam mikolat). Asam mikolat merupakan asam lemak ranai panjang yang terdiri atas 34‐90 karbon. Pewarnaan ZN terdiri dari ZN‐A (merah) (Basic fusion, Alcohol, Fenol, Aquades), ZN‐B (tidak berwarna) (HCl, Etil alcohol), dan ZN‐C (biru) (Methylen blue, Aquades) (Madigan, 2003).
Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai berikut: pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam), pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu : pewarnaan flagel, pewarnaan spora, pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk melihat komponen lain dan bakteri (pewarnaan Neisser (granula volutin), pewarnaan yodium (granula glikogen) dan pewarnaan negatif (Gozali, 2009)
Gambar 2.1 Pewarnaan Sederhana (Gozali, 2009)
Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina (Hadiotomo, 1990)
Gambar 2.2 Pewarnaan Negatif (Hadiotomo, 1990)
Gambar 2.3 Pewarnaan Gram (Jason, 2009).
Endospora merupakan struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Struktur endospora sangat bervariasi pada setiap spesies. Endospora merupakan struktur yang tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan dan keadaan asam. Karena kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka endospra berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop. Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarnaan biasa, sehingga harus menggunakan pewarnaan spesifik. Bakteri yang menghasilkan spora pada umumnya tahan terhadap pewarnaan, sedangkan bakteri yang tidak memiliki spora dan hanya memiliki sel vegetatif tidak tahan terhadap pewarnaan (Partic, 2008).
Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya (Fardiaz, 1992).
Kondisi yang terus memburuk membuat endospora dibebaskan dari degenerasi sel vegetatif dan menjadi sel independen yang disebut spora yang diakibatkan komposisi lapisan kimia spora bersifat tahan terhadap efek-efek merusak, misalnya pemanasan berkelebihan, pembekuan, radiasi, pengeringan, dan agent kimia lainnya sehingga diperlukan pewarnaan khusus secara mikrobiologi dan ketika kondisi lingkungan kembali normal, spora bebas kembali untuk aktif secara metabolik dan sel vegetatif berkurang resisten melalui germinasi. Sporogenesis dan germinasi tidak dimaksudkan untuk reproduksi tetapi hanya mekanisme yang menjamin ketahanan sel dibawah kondisi lingkungan (Suriawiria, 2005).
Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Karena kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop. Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga harus digunakan pewarna spesifik dan yang biasa digunakan adalah malachite green.
Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang paling umum digunakan. Disebut demikian karena hanya digunakan satu jenis cat pewarna untuk mewarnai organisme. Kebanyakan bakteri telah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofil (suka akan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromofornya bersifat positif). Pewarnaan sederhana ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam-macam tipe morfologi (coccus, vibrio, basillus, dsb) dari bahan-bahan lainnya yang ada pasa olesan yang diwarnai (Hadiotomo, 1990).
Bakteri penghasil spora tahan terhadap pewarnaan. Oleh karena itu, setelah diwarnai oleh suatu warna, misalnya malachite green, akan mengikat kuat senyawa pewarna. Untuk pewarnaan selanjutnya, cat tersebut (misalnya safranin) sel spora tidak dapat menerimanya karena sudah terikat dengan cat pertama. Akhirnya warna bakteri spora adalah hijau. Bakteri yang tidak berspora cenderung tidak tahan pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai oleh malachite, sel vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah dilunturkan karena ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan safranin, sel vegetatif mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil pewarnaan akhir adalah merah muda dari safranin (Assani, 1994).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mengenai “Pewarnaan Sel (Bakteri dan Jamur) dan Pewarnaan Endospora” dilaksanakan pada hari Kamis 15 April 2010 pada pukul 13.00 – 16.35 WIB, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Apusan
Gelas obyek yang akan digunakan di aseptis dahulu dengan alkohol 70%, kemudian bakteri hasil isolasi diambil menggunakan jarum ose sebanyak satu kali pengambilan yang telah di tehnik aseptis dan diletakkan di atas kaca obyek yang telah terdapat aquades steril sebanyak satu kali yang pengambilannya dengan jarum ose. Kemudian di fiksasi secukupnya hingga kering. Preparat apusan siap diwarnai dan diamati.
3.2.2 Teknik Pewarnaan Gram
Apusan dicat dan digenangi dengan cat gram A selama 1 menit, cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. Setelah kering, apusan digenangi dengan cat gram B selama 1 menit, cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. Setelah kering, apusan ditetesi dengan cat gram C selama 30 detik, cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. Setelah kering, apusan digenangi dengan cat gram D selama 1 menit, sisa cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. Kemudian preparat siap diamati dibawah mikroskop
3.2.3 Konfirmasi Hasil Cat Gram Dengan KOH
Gelas obyek yang akan digunakan di aseptis dahulu dengan alkohol 70%, kemudian bakteri yang akan dikonfirmasi diambil sebanyak satu ose dan diletakkan pada gelas obyek yang telah terdapat larutan KOH sebanyak satu jarum ose. Kemudian campurkan dengan mengaduknya, kemudian jarum ose diangkat beberapa sentimeter untuk mengetahui apakah cairan berlendir atau tidak.
3.2.4 Pewarnaan Endospora
Gelas obyek yang akan digunakan di aseptis dahulu dengan alkohol 70%, kemudian B. subtilis diambil menggunakan jarum ose sebanyak satu kali pengambilan yang telah di tehnik aseptis dan diletakkan di atas kaca obyek yang telah terdapat aquades steril sebanyak satu kali pengambilan dengan jarum ose. Kemudian di fiksasi secukupnya hingga kering. Selanjutnya gelas obyek dipanaskan di atas air mendidih dengan menutup preparat dengan kertas saring dan ditetesi dengan malakit hijau selama 10 menit. Setelah itu dinginkan preparat sebentar, selanjutnya preparat di cuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Kemudian genangi preparat dengan pewarna safranin selama 1 menit, di cuci dengan air mengalir. Preparat ditiriskan dengan kertas saring dan diamati di bawah mikroskop, endospora akan tampak berwarna hijau dan sel vegetatif akan tampak berwarna merah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Prosedur
4.1.1 Pembuatan Apusan
Gelas obyek yang akan digunakan di aseptis dahulu dengan alkohol 70% agar tidak terdapat mikroorganisme yang tidak diinginkan saat pembuatatn apusan, kemudian bakteri hasil isolasi diambil menggunakan jarum ose sebanyak satu kali pengambilan yang telah di tehnik aseptis, agar tidak terdapat mikroorganisme yang tidak diinginkan saat pembuatatn apusan dan diletakkan di atas kaca obyek yang telah terdapat aquades steril sebanyak satu kali pengambilan dengan jarum ose. Kemudian di fiksasi secukupnya hingga kering, agar bakteri yang akan digunakan mati namun organ dan struktur tidak rusak (Madigan, 2003).
4.1.2 Teknik Pewarnaan Gram
Apusan dicat dan digenangi dengan cat gram A selama 1 menit, cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan, agar pewarna sebelumnya tidak bercampur dengan pewarna yang lain yang akan digunakan (Umsl, 2008). Setelah kering, apusan digenangi dengan cat gram B selama 1 menit, cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. Cat gram B akan menguatkan ikatan antara pewarna dengan dinding sel bakteri. Setelah kering, apusan ditetesi dengan cat gram C selama 30 detik, cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. Cat gram C akan melarutkan warna sebelumnya, apabila preparat bakteri merupakan gram negative, maka preparat akan berwarna bening. Setelah kering, apusan digenangi dengan cat gram D selama 1 menit, sisa cat dibuang lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. Kemudian preparat siap diamati dibawah mikroskop. Bakteri gram negative akan berwarna kemerahan, sedangkan bakteri gram positif akan berwarna ungu.
4.1.3 Konfirmasi Hasil Cat Gram Dengan KOH 3%
Gelas obyek yang akan digunakan di aseptis dahulu dengan alkohol 70% agar tidak terdapat mikroorganisme yang tidak diinginkan saat perlakuan, kemudian bakteri yang akan dikonfirmasi diambil sebanyak satu ose dan diletakkan pada gelas obyek yang telah terdapat larutan KOH sebanyak satu jarum ose, konfirmasi dilakukan untuk memastikan bakteri tersebut gram negatif atau positif. Kemudian campurkan dengan mengaduknya, kemudian jarum ose diangkat beberapa sentimeter untuk mengetahui apakah cairan berlendir atau tidak. Jika cairan tersebut berlendir maka bakteri tersebut merupakan bakteri gram negatif dan jika cairan tersebut tidak berlendir maka bakteri tersebut bakteri gram positif (Umsl, 2008).
4.1.4 Pewarnaan Endospora
Gelas obyek yang akan digunakan di aseptis dahulu dengan alkohol 70% agar tidak terdapat mikroorganisme yang tidak diinginkan saat perlakuan, kemudian B. subtilis diambil menggunakan jarum ose sebanyak satu kali pengambilan yang telah di teknik aseptis dan diletakkan di atas kaca obyek yang telah terdapat aquades steril sebanyak satu kali pengambilan dengan jarum ose. Kemudian di fiksasi secukupnya hingga kering, agar bakteri yang akan digunakan mati namun organ dan struktur tidak rusak. Selanjutnya apusan bakteri dengan pewarna malakit hijau, masuknya pewarna dalam endospora di bantu dengan, gelas obyek dipanaskan dengan diletakkan pada ram kawat di atas air mendidih hingga timbul uap air dengan menutup preparat dengan kertas saring dan ditetesi dengan malakit hijau agar endospora yang berkembang dapat terwarna hijau dan agar endospora tidak mati (menjaga agar tetap lembab (tidak kekeringan)) selama 10 menit, agar endospora dapat berkembang (memudahkan pengamatan). Setelah itu dinginkan preparat sebentar, selanjutnya preparat di cuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Kemudian genangi preparat dengan pewarna safranin selama 1 menit, di cuci dengan air mengalir agar endospora dapat terwarna dengan baik. Preparat ditiriskan dengan kertas saring dan diamati di bawah mikroskop, endospora akan tampak berwarna hijau dan sel vegetatif akan tampak berwarna merah (Scienceprofonline, 2008).
4.3 Data Hasil Pengamatan
Tabel 1. Data hasil pewarnaan bakteri dan endospora
No Isolat kel Bentuk Gram Perbesaran Uji KOH 3% Endospora B.subtilis
1 BP 1.3 1 Basil - 1000x Ada Ada
2 Basil - 1000x Ada Ada
2 BNP 1.1 3 Basil + 1000x Tidak ada Ada
4 Basil + 1000x Tidak ada Ada
3 BNP 3.2. 5 Basil - 1000x Ada Ada
6 Basil - 1000x Ada Ada
4 BP 8.1 7 Basil - 1000x Ada Ada
8 Basil - 1000x Ada Ada
Tabel 2. Data hasil pewarnaan kapang
No Isolat Kelompok Spora Sporangium Hifa Sporangiofor
1 KNP 6.1 1 Bentuk : Bulat Ada Tidak bersekat, cabang, tidak rapat Ada
Ujung : Tumpul
Jenis : Satu
2 Bentuk : Bulat Ada Tidak bersekat, cabang, tidak rapat Ada
Ujung : Tumpul
Jenis : Satu
2 KP 5.3 3 Bentuk : Bulat Tidak ada Tidak bersekat, cabang, tidak rapat Tidak ada
Ujung : Tumpul
Jenis : Satu
4 Bentuk : Bulat Tidak ada Tidak bersekat, cabang, tidak rapat Tidak ada
Ujung : Tumpul
Jenis : Satu
3 KP 4.1 5 Bentuk : Lonjong Tidak ada Bersekat, cabang, rapat Tidak ada
Ujung : Lancip
Jenis : Dua : Besar dan Kecil
6 Bentuk : Lonjong Tidak ada Bersekat, cabang, rapat Tidak ada
Ujung : Lancip
Jenis : Dua : Besar dan Kecil
4 KP 5.1. 7 Bentuk : Bulat Ada Tidak bersekat, cabang, tidak rapat Ada
Ujung : Tumpul
Jenis : Satu
8 Bentuk : Bulat Ada Tidak bersekat, cabang, tidak rapat Ada
Ujung : Tumpul
Jenis : Satu
4.3 Analisa Hasil
Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa isolate BP 1.3, BNP 3.2 dan BP 8.1 merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk basil jika diamati pada mikroskop dengan perbesaran 1000x. Preparat BNP 1.1 merupakan bakteri gram positif, namun terdapat bentuk yang berbeda yang dikarenakan kurang telitinya praktikan dalam mengamati bentuk bakteri. Pewarnaan endospora menggunakan bakteri Bacillus subtilis, dimana bakteri ini mempunyai endospora yang ditandai dengan warna hijau.
Data hasil pengamatan pada pewarnaan kapang menunjukkan bahwa terdapat variasi bentuk pada kapang tersebut antara lain bentuk spora yang bulat dan lonjong, ujung tumpul dan lancip, terdiri atas satu macam atau dua macam spora. Ada yang memiliki sporangium dan ada pula yang tidak mempunyai sporangium. Hifa ada yang bersekat dengan cabang yang tidak rapat, ada pula hifa yang bersekat dengan cabang rapat. Ada yang memiliki sporangiofor dan ada pula yang tidak memiliki sporangiofor.
Bakteri dan kapang, baik yang tercemar maupun yang tidak tercemar pestisida akan mempunyai karakteristik yang sama berdasarkan hasil pewarnaan yang telah dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan morfologi yang berarti antara bakteri dan kapang yang tercemar maupun yang tidak tercemar.
Pada pewarnaan Gram yang dilakukan digunakan gram A, gram B, gram C, dan gram D. Gram A merupakan cat yang terdiri dari campuran kristal violet 2 gram, etil alkohol 95% 20 ml, ammonium oksalat 0,8 gram, aquades 80ml. Kristal violet merupakan bahan kimia dengan rumus kimia C18H15N3O3, bukan merupakan bahan kimia berbahaya, dan biasa digunakan dalam teknik pewarnaan microscopy Certistain (Merck, 2007). Gram B merupakan merupakan cat yang terdiri dari campuran yodium 1 gram, kalium yodida 2 gram, akuades 300ml. Gram B merupakan larutan mordan yang berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri lebih kuat, memperjelas warna dari zat warna tersebut, mempersulit pelarutan zat warna. Pada pewarnaan gram , penambahan larutan mordan menyebabkan terbentuknya persenyawaan kompleks kristal violet-yodium. Tanpa penambahan larutan mordan, zat warna kristal violet akan larut saat penambahan larutan pemucat. Gram C merupakan cat yang terdiri dari campuran aseton 50ml dan etil alkohol 95%50ml. Gram C merupakan larutan pemucat . larutan pemucat berfungsi untuk melarutkan lipida pada membrane bakteri gram negative yang akan menyebabkan pori-pori sel membesar sehingga meningkatkan daya larut persenyawaan kristal violet-yodium. Gram D merupakan cat yang terdiri dari campuran safranin 0, 25 gram , etil alkohol 95% 10ml, dan akuades 90ml. Safranin pada gram D tidak akan menyebabkan perubahan warna pada bakteri positif karena persenyawaan kompleks kristal violet-yodium tetap terikat pada dinding sel. Pada bakteri gram negatif penambahan safranin akan menyebabkan warna bakteri berubah menjadi merah karena warna ungu yang dihasilkan oleh kristal violet-yodium telah luntur dengan lisisnya membran sel sehingga safranin dapat terikat. Oleh sebab itu, gram D atau zat pewarna kedua berfungsi sebagai pembeda terhadap zat warna kristal violet (Lay, 1994).
Tabel 3. Perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Filzahazny, 2008)
No. Perbedaan Bakteri Gram Positif (+) Bakteri Gram Negarif (-)
1 Dinding sel Lapian peptidoglikan tebal Lapian peptidoglikan lebih tipis
2 Kadar lipid 1-4% (Lebih rendah) 11-22% (Lebih tinggi)
3 Resistensi terhadap alkali (1% KOH)
Lebih pekat Larut
4 Kepekaan terhadap Yodium Lebih peka Kurang peka
5 Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin
6 Resistensi terhadap tellurit Lebih tahan Lebih peka
7 Sifat tahan asam Ada yang tahan asam Tidak ada yang tahan asam
8 Kepekaan terhadap penisilin Lebih peka Kurang peka
9 Kepekaan terhadap streptomisin Tidak peka Peka
10 Penghambatan warna Lebih dihambat Kurang dihambat
11 Ketahanan terhadap fisik Lebih tahan Kurang tahan
12 Kebutuhan nutrien Kompleks Relatif
Endospora adalah organisme yang dibentuk dalam kondisi yang stres karena kurang nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut di lingkungan sampai kondisi menjadi baik. Komponen endospora mempunyai resistan terhadap agen kimia yang kuat pada spore coat, yang terdiri dari cross-linked keratin. Identifikasi dapat dilakukan dengan melihat morfologi, lokasi, dan ukuran endospora. Beberapa endospora mempunyai diameter lebih besar daripada sel, dimana sel tersebut akan nampak menggembang pada letak endosporanya. Letak endospora yang berbeda diantara spesies bakteri dapat digunakan untuk identifikasi. Tipe utama diantara terminal, subterminal dan sentral. Tipe sentral atau tengah merupakan lokasi dari sel vegetatif yang letaknya tepat di tengah. Tipe terminal memiliki pengertian letak sel vegetatif diantara ujung dan pinggir dari sel vegetatif. Tipe subterminal berarti lokasi endosporanya diantara tengah dan pinggir dari sel vegetatif. Endospora dapat berukuran lebih besar ataupunkecil dari sel vegetatif yang terdiri dari lapisan protein yang terbuat dari keratin. Spora ini memiliki resistensi yang tinggi terhadap pewarnaan, prosedur pewarnaan dengan malakit hijau adalah dengan pemanasan. Endospora merupakan metode pertahanan hidup yang bukan bertujuan untuk reproduksi. Contohnya Bacillus subtilis memiliki endospora yang terletak di subterminal (Scienceprofonline, 2008).
Komposisi dari Lactophenol Cotton Blue yaitu kristal, cotton blue 0,075 g berfungsi untuk memberi warna pada sel kapang, asam laktat 20 ml yang berfungsi untuk menjernihkan latar belakang dan mempertajam struktur kapang, gliserol 40 ml berfungsi menjaga fisiologi sel dan menjaga sel terhadap kekeringan, kristal fenol + air panas 70oC untuk membunuh jamur, dan air suling 40 ml (Waluyo, 2007).
Kelebihan dan kekurangan pengecatan gram (Nirwati, 2001):
Kelebihannya adalah: pengecatan gram penting sebagai pedoman awal untuk memutuskan terapi antibiotik, sebelum tersedia bukti definitif bakteri penyebab infeksi (kultur dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik). Hal ini dikarenakan bakteri gram positif dan negatif mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis antibiotika. Kadang-kadang morfologi bakteri yang telah dicat gram mempunyai makna dignostik. Misalnya pada pemeriksaan gram ditemukan gram negatif diplococci intraseluler dari spesimen pus (nana), uretral, maka memberikan presumptive diagnosis untuk penyakit infeksi gonoro.
Kekurangannya adalah pengecatan gram memerlukan mikroorganisme dalam jumlah banyak yakni lebih dari 104 ml per ml. Sampel yang cair dengan jumlah kecil mikroorganisme misalnya cairan serebrospinal, memerlukan prosedur sentrifuge dulu untuk mengkonsentrasikan mikroorganisme tersebut. Pellet (endapan hasil sentrifuge) kemudian dilakukan pengecatan untuk diperiksa secara mikroskopis.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Teknik pembuatan sediaan apusan (preparat) dapat dilakukan dengan mensuspesikan biakan bakteri dengan aquades, kemudian difiksasi. Pewarnaan terhadap bakteri yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan Gram dan Ziehl‐Nelsen. Pewarnaan tersebut untuk mengetahui morfologi, struktur, dan karakteristik bakteri. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi penyakit infeksi. Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan pemberian kristal violet, setelah itu ditambahkan larutan iodium maka semua bakteri akan berwarna biru. Setelah itu ditambah alkohol. Bakteri Gram positif membentuk kompleks Kristal iodine yang berwarna biru. Setelah di tambahkan safranin, bakteri Gram positif akan berwarna ungu. Endospora adalah organisme yang dibentuk dalam kondisi yang stres karena kurang nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut di lingkungan sampai kondisi menjadi baik. Letak endospora yang berbeda diantara spesies bakteri dapat digunakan untuk identifikasi, tipe utama diantaranya ialah terminal, subterminal dan sentral.
5.2 Saran
Diharapkan praktikan teliti dan hati-hati dalam pemurnian sebab dikhawatirkan dapat terjadi kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Assani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Cappuccino, J. G. & Natalie. S. 1983. Microbiology A Laboratory Manual. Addison-Wesley Publishing Company, New York.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Jakarta
Filzahazny., 2008, , http:/wordpress.com/Penganta-tentang-bakteri.htm. Diakses pada tanggal 26 April 2010
Gozali. Amir. 2009. Pewarnaan gram. http://www.gozali.blogspot.com/gram/pewarnaan-gram-prinsip.html . Diakses pada tanggal 26 April 2010
Hadiotomo, Ratna Siri., 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt Gramedia.
Jason. 2009. The Gram Stainning. http://astro.temple.edu/~jasoncg/ID/ microreporting.htm. Diakses pada tanggal 26 April 2010
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Levine, M. 2000. An Introduction to Laboratory Technique in Bacteriology. McMillan Company, New York.
Madigan, M.T. 2003. Brock Biology of Microorganism. Pearson Education, inc. United State of America.
Merck . 2007. Cresyl Violet Acetate. http://www.merck-chemicals.co.id/cresyl-violet-acetate/MDA_CHEM105235/p_zyOb.s1LZb0AAAEWZuEfVhTl;sid=2XfBHZapUlXHHd9B9-vTSj5pCnREAl69HlgSHhO2CnREAkWqXGgJCVGG. diakses pada tanggal 26 April 2010
Nirwati, Hera. 2001. Pembuatan preparat dan pengecatan dalam petunjuk praktikum mikrobiologi Fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.
Partic, Li. 2008. Pewarnaan endospora. http://www.dunia-mikro.blogspot.com/2008/08/pewarnaan endospora. Diakses pada tanggal 26 April 2010
Pelczar, M. J., Chan, E.C.S. 2007. Elements of Microbiology. Mc Graw Hill Book Company. New York.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
Sutedjo, M. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Tracy. 2005. Gram Staining. www.tracy.k12.ca.us/thsadvbio/pdfs/gram%20stain.pdf. Diakses pada tanggal 26 April 2010
Umsl. 2008. Staining Bacteria. www.umsl.edu/~microbes/pdf/stainingbacteria.pdf. Diakses pada tanggal 26 April 2010
Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta
Waluyo, L . 2007 . Mikrobiologi Umum . Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.
Rabu, 18 Januari 2012
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Blog Indahnya Berbagi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar